Rabu, 14 April 2010

Kasus pencemaran Nama baik: Untuk Kasus Ibu Prita Myasari

Menarik untuk dicermati tentang kasus pencemaran nama baik, yang mana pasal yang dikenakan adalah 310 dan 311 KUHP, yang kemudian karena tulisannya disebarluaskan ditambah dengan pasal 27 UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta pasal 36 UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Telah banyak telaah tentang penerapan tuduhan pencemaran nama baik, namun dari sekian banyak itu belum satupun yang secara tegas mendefinisikan apa yang dimaksud dengan ‘pencemaran nama baik’, serta tatacara penghitungan kerugian yang diakibatkan oleh ‘tercemarnya nama baik’.
Dari sudut pandang awam tentang kasus tersebut dapat diambil beberapa pola yang sudah terjadi, diantaranya:
1. Nama baik identik dengan kekuasaan, kekayaan dan kesohoran. Karena belum ada satupun kasus pencemaran nama baik terhadap rakyat yang diperlakukan tidak adil.
2. Belum ada ukuran ambang tercemarnya nama baik, sehingga sulit membedakan antara kenyataan dan perasaan. Akibatnya, meskipun yang dinyatakan adalah fakta tetap saja terkena tuduhan, contohnya pada kasus Ibu Prita pihak penggugat mempersoalkan penggunaan kata “penipuan”.
3. Ternyata lebih mudah membuktikan sesuatu yang kabur daripada sesuatu yang nyata, bila dibandingkan antara pengungkapan kasus pencemaran nama baik dibandingkan dengan kasus korupsi yang nyata-nyata ada kerugian negara.
Pola-pola di atas tentunya menjadi keprihatinan kita semua. Untuk itu dibutuhkan para profesional (ahli di bidangnya) khususnya ahli hukum untuk selalu mengedepankan pemahaman yang menyeluruh terutama sisi kemanusiaan saat menerapkan pasal-pasal dakwaan, karena hukum dan aturan dibuat untuk menata hubungan manusia dengan manusia lebih manusiawi bukan sebaliknya bahwa hukum digunakan untuk melegalkan hukum rimba (siapa yang kuat akan menang).
Untuk Ibu Prita Mulyasari dan keluarganya, saya sampaikan simpati dan semoga diberi ketabahan dan kesabaran. Allah menguji hambanya sampai batas kemampuannya, dan percayalah pasti ada kebaikan yang akan diraih jika ujian tersebut dapat dilampaui dengan keimanan.

mahasiswa berolah raga

Manado (ANTARA) - Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (Menegpora) Andi Mallarangeng mengajak kalangan mahasiswa dan pemuda, untuk selalu berinovasi secara mandiri guna menghasilkan sesuatu berharga bagi bangsa Indonesia.
"Kalangan mahasiswa dan pemuda saat ini merupakan garda terdepan dalam menciptakan fondasi pembangunan seutuhnya, sehingga peran berinovasi sangat penting," kata Menegpora saat membuka seminar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se Indonesia, di Universitas Negeri Manado (Unima) di Tondano, Minahasa, Rabu.
Dihadapan Gubernur Sulut SH Sarundajang dan jajaran mahasiswa yang ada, Menegpora dalam pemaparan materi seakan mengangkat semangat mahasiswa untuk selalu berkreasi, berinovasi secara mandiri sesuai amanat reformasi yang diangkat mahasiswa sebelumnya.
Mahasiswa juga berhak mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah yang dinilai tidak tepat sasaran, asalkan proporsional dan membangun serta memperhatikan etika budaya Indonesia.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Sulut Roy Mewoh, ketika menemani Menegpora mengatakan, sempat menjelaskan secara pribadi bahwa peran pemuda di daerah cukup kreatif dalam menopang arah pembangunan Indonesia.
Kreatifitas ditunjukkan dengan giat membuka lapangan kerja baru, turut mengangkat pemberdayaan ekonomi dengan menciptakan Usaha Kecil Menengah serta kegiatan lainnya.
"Bahkan kalangan pemuda giat melakukan kegiatan organisasi baik itu organisasi kemasyarakatan dan organisasi gereja, sehingga sehingga tidak terjebat dengan pengangguran dan sebagainya," ujarnya.

Fatwa Meroko Haram

Jakarta - Komisi Fatwa MUI memahami penetapan hukum haram pada aktifitas merokok yang ditetapkan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah pada 8 Maret 2010. MUI mendukung fatwa tersebut dalam rangka menghindari bahaya bagi kesehatan.

"Pada prinsipnya dalam metode penetapan hukum Islam ada kesepakatan bahwa hal yang membahayakan harus dihindari. Dalam hal merokok, jika memang bahayanya pasti bagi seseorang maka haram dalam rangka melindungi diri dan menghindari bahaya", demikian ujar Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Dr Asrorun Niam Sholeh dalam rilis elektronik yang diterima detikcom, di Jakarta, Selasa, (9/3/2010) malam.

Hanya saja, lanjut Niam, Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia yang diselenggarakan di Padang Panjang pada 2009 menetapkan adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum merokok, antara makruh dan haram. "Para ulama peserta Ijtima Ulama waktu itu sepakat bahwa merokok tidak mubah, juga sepakat bahwa merokok ada unsur bahayanya meski ada manfaatnya. Nah, kadar bahaya dan manfaat ini harus ditimbang secara proporsional. Ada yang menegaskan bahwa bahaya merokok adalah pasti dan karenanya diharamkan," imbuhnya.

"Ada yang berpendapat bahwa bahayanya bersifat spekulatif dan kondisional sehingga belum cukup dijadikan landasan pengharaman dan karenanya hukumnya makruh. Di samping ada pertimbangan fakta sosial ekonomi," jelas Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini.

Sementara, lanjut Niam, bagi orang yang secara nyata akan menimbulkan bahaya, maka merokok diharamkan, seperti bagi anak-anak dan bagi wanita hamil, serta merokok di tempat umum. "Merokok bagi wanita hamil secara medis akan membahayakan janin, dan ini berpotensi mengganggu kesehatan janin. Untuk itu diharamkan. Demikian juga merokok di tempat umum yang mengganggu dan membahayakan orang lain," tegasnya.

Niam meminta pemerintah agar segera menerapkan aturan yang tegas untuk pembatasan aktifitas merokok. Termasuk pembatasan produksi rokok.

"Namun kebijakan ini juga harus disertai dengan insentif bagi petani tembakau untuk mengalihkan tanamannya ke jenis tanaman yang lebih produktif. Hal untuk melindungi petani," pungkasnya.



http://www.detiknews.com/read/2010/03/10/021024/1314909/10/mui-dukung-muhammadiyah-soal-fatwa-rokok-haram