Senin, 18 Januari 2010

MAKALAH MATERIAL TEKNIK


KOMPOSIT

A. Bahan Komposit
Kata komposit dalam pengertian bahan komposit berarti terdiri dari dua
atau lebih bahan yang berbeda yang digabung atau dicampur secara makroskopis.
Pada bahan komposit, sifat-sifat unsur pembentuknya masih terlihat jelas. Justru
keunggulan bahan komposit di sini adalah penggabungan sifat-sifat unggul
masing-masing unsur pembentuknya tersebut. Pada umumnya bahan komposit
terdiri dari dua unsur, yaitu serat (fiber) dan bahan pengikat serat-serat tersebut
yang disebut matriks. Unsur utama bahan komposit adalah serat. Serat ini yang
menentukan karakteristik bahan kompositnya, seperti kekakuan, kekuatan serta
sifat-sifat mekanik yang lain. Sedangkan matriks bertugas melindungi dan
mengikat serat agar dapat bekerja dengan baik (Hadi, 2000).
Magnet komposit merupakan bahan magnet yang dicampur atau diikat
dengan bahan pengikat bukan magnet. Magnet komposit ini dibuat dengan cara
mencampurkan serbuk magnet dengan bahan pengikat. Jika bahan pengikatnya
menggunakan polimer maka akan diperoleh magnet komposit yang bersifat rigid
atau elastis. Sifat kelenturan magnet komposit ditentukan oleh bahan polimer yang digunakan, bila digunakan polimer bersifat elastis (seperti karet alam) dengan serbuk magnet heksaferit maka akan diperoleh elastoferit dan sebaliknya, bila menggunakan polimer termoplastik maka akan diperoleh rigid bondet magnet.

(Sudirman, dkk, 2002). Adanya fraksi bahan pengikat tak magnet, maka sifat
magnet komposit akan lebih rendah dibandingkan dengan magnet siter. Namun
demikian keunggulan bahan magnet komposit diantaranya adalah:
1. Jenis bahan magnet dan pengikat serta metoda pemrosesan magnet komposit
dapat divariasi sesuai kebutuhan.
2. Mempunyai sifat mekanik yang sangat baik
3. Dapat diproduksi dalam bentuk tiga dimensi yang kompleks.
4. Perubahan bentuk akibat pemrosesan bahan sangat kecil.
5. Proses pembuatan bahan relatif lebih mudah dibanding magnet sinter.
(Ridwan dkk, 2002).


B. Pembuatan Kompon Karet
Campuran karet dengan bahan-bahan kimia tertentu dan bahan pengisi
dengan komposisi serta urutan pencampuran tertentu akan menghasilkan kompon. Tujuan pembuatan kompon karet adalah untuk memperbaiki sifat-sifat dari karet alam yang kadang-kadang mempunyai sifat fisika dan kimia yang kurang menguntungkan untuk keperluan suatu produk barang jadi.
Untuk pembuatan barang jadi karet dari lateks (getah karet alam),
umumnya diperlukan lateks pekat sebagai bahan baku, yang diperoleh dengan
cara sentrifugal atau dengan cara pendadihan. Karena lateks pekat yang
merupakan bahan pokok itu berupa cairan, maka bahan kimia yang merupakan
bahan pembantu ini, harus juga berupa cairan, yang disebut juga dengan istilah
dispersi atau emulsi. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan campuran yang

homogen. Jadi untuk membuat kompon karet yang bahan bakunya berupa lateks
dilakukan dengan melalui beberapa tahap, yaitu meliputi: pembuatan lateks pekat,


pembuatan dispersi atau emulsi, pencampuran dan vulkanisasi.
1. Pembuatan Lateks Pekat
Untuk pembuatan lateks pekat pusingan (centrifuged latex) penambahan
amoniak di tempat-tempat pengumpulan di kebun dilakukan sampai jumlahnya
menjadi 2 - 3 gram untuk setiap liter lateks kebun. Setelah sampai di tempat
pengolahan, lateks kebun disaring dan dikumpulkan dalam suatu tempat
penampungan. Volume dari lateks ini harus diketahui dengan tepat dan sekalian
dilakukan penentuan kadar karet keringnya. Kemudian lateks tersebut dibiarkan
selama 24 jam, supaya terjadi pengendapan dari kotoran-kotoran dan dari
magnesiumamoniumfosfat. Zat yang berasal dari garam-garam magnesium dan
garam-garam dari asam fosfat yang berada dalam lateks dan dari amoniak yang
ditambahkan. Penentuan kadar amoniak dalam lateks dilakukan dengan jalan
peniteran (titration) dengan asam khlorida (hydrochloric acid) yang telah
diketahui kadarnya. Setelah dibiarkan selama 24 jam, lateks kemudian dimasukkan ke dalam alat pemusing. Selama dilakukan pemusingan, lateks kebun yang telah dibubuhi amoniak tadi terpisah menjadi dua bagian:
1. Yang keluar dari bagian atas ialah lateks pekat.
2. Yang keluar dari bagian bawah ialah lateks encer yang biasanya disebut
lateks skim.

Lateks pekat yang diperoleh lantas dikumpulkan dalam tempat pengumpulan
dalam tempat penyimpanan dan dibubuhi amoniak lagi sehingga jumlahnya
menjadi 7 sampai 10 gram gas amoniak untuk setiap liter lateks pekat.

2. Pembuatan Dispersi atau Emulsi
Untuk membuat dispersi diperlukan suatu alat gilingan peluru (ball
mill), sedang untuk membuat emulsi diperlukan alat pengaduk (stirrer). Dalam
pembuatan dispersi atau emulsi diperlukan juga bahan pembantu lainnya,
misalnya: bahan pendispersi (dispersing agent) atau bahan pengelmusi (emulsifing agent), bahanan pemantap, air dan sebagainya bergantung pada jenis bahan kimianya. Kita dapat menggunakan bahan-bahan pendispersi dan bahan-bahan pengemulsi yang tersedia di pasaran seperti: dispersal, darvan dan vultanol sebagai bahan pendispersi. Asam oleat dan trietanolamin sebagai bahan pengemulsi. Bahan yang akan dibuat dispersi, dicampur dengan bahan pendispersi dan air, lalu dimasukkan ke dalam gilingan peluru, kemudian diputar pada alat pemutar gilingan peluru. Kecepatan putaran sekitar 35-70 putaran per menit, dijalankan selama 24 jam, tergantung kepada jenis bahan kimia yang akan dibuat dispersi. Untuk membuat emulsi maka bahan yang akan dibuat emulsi dan bahan pengelmusi dimasukkan ke dalam tabung, kemudian diaduk dengan alat pengaduk selama beberapa waktu sampai diperoleh emulsi yang bagus.
3. Pembuatan Kompon atau Pencampuran
Lateks pekat dicampur dengan bahan kimia yang telah dibuat dispersi atau
emulsi dengan susunan kompo tertentu sesuai dengan tujuan barang jadi karet yang akan dibuat. Pencampuran dilakukan di dalam tangki yang ukurannya
bermacam-macam, disesuaikan dengan keperluannya. Untuk mencampur biasanya dipakai satu urutan penambahan tertentu, yaitu: pertama bahan-bahan vulkanisasi (bahan pencepat, belerang dan dispersi-dispersi seng oksida). Kemudian antioksidan-antioksidan, bahan-bahan pengisi, zat-zat warna dan bahan-bahan pelunak. Tetapi, tergantung dari proses yang dipakai, dapat diadakan perubahan-perubahan, apabila dirasa perlu. Campuran diaduk perlahan-lahan dan dijaga jangan sampai terjadi pengotoran sampai campuran tersebut homogen, campuran yang diperoleh disebut kompon lateks. Kompon lateks sebelum dicetak untuk membuat barang karet adalah dalam
keadaan cair. Kalau perlu ditambahkan bahan pemantap ke dalam kompon lateks agar tidak menggumpal. Dalam pembuatan barang karet jadi dari kompon karet ini untuk mempercepat penggumpalan dapat ditambahkan asam format.
4. Vulkanisasi
Vulkanisasi adalah tahap terakhir proses pembuatan barang karet. Setelah
karet mentah dicampur dengan bahan-bahan kimia tersebut dan kemudian
dipanaskan, maka akan menghasilkan karet matang atau vulkanisat. Pada proses vulkanisasi molekul-molekul karet diikat oleh belerang membentuk suatu jaringan tiga dimensi dan karet yang semula plastis akan berubah menjadi elastis. Reaksi antara molekul-molekul karet dengan belerang berlangsung sangat lambat, membutuhkan waktu beberapa jam. Dengan menambahkan bahan pemercepat dan bahan penggiat (aktivator), maka waktu vulkanisasi dapat dipersingkat menjadi beberapa menit.

Lazimnya waktu vulkanisasi barang karet yang tebal dipilih suhu
vulkanisasi sekitar 1400 C dengan waktu vulkanisasi yang agak lama, karena karet
adalah penghantar panas yang buruk. Sebaliknya untuk memasak barang karet
yang tipis dipilih suhu sekitar 1600 C dengan waktu vulkanisasi yang lebih
singkat. Bila waktu vulkanisasi kurang atau lebih dari waktu optimumnya, maka
akan berpengaruh terhadap sifat fisika dari barang karet yang dihasilkan.
Perubahan sifat karet alam setelah divulkaniasasi diantaranya adalah:
1. Berubah dari sifat plastis menjadi elastis.
2. Tidak larut dalam pelarut organik tetapi hanya akan mengambang.
3. Ketahanan sobek dan ketahanan pengusangan bertambah baik.
4. Lebih tahan terhadap suhu rendah dan tinggi dapat digunakan dari - 1500 C
sampai + 700 C.
Pada proses vulkanisasi kecuali diberikan panas perlu pula diberi tekanan
pada kompon karet untuk menekan keluar udara yang ada di dalam kompon karet.
Bila tidak diberi tekanan maka bagian tengah barang karetnya akan berongga-
rongga. Pada kompon karet yang divulkanisasi kurang matang akan terbentuk pula, rongga-rongga yang menyebabkan bentuk barang karetnya kurang sempurna.

C. Sifat Kemagnetan Komposit
Berbeda dengan magnet hasil pengecoran atau magnet keramik, magnet
komposit umumnya memiliki keunggulan sifat-sifat mekanik sesuai dengan
rancangan pembuatannya. Namun demikian sebagaimana magnet lainnya, sifat
kemagnetan komposit juga diketahui berdasarkan kurva histerisis magnetiknya.
Untuk mendapatkan kurva histeresis suatu bahan magnet, pertama-tama ditinjau

cuplikan bahan ferromagnetik yang tidak termagnetisasi. Kemudian bahan
tersebut diletakkan pada medan magnet luar, intensitasnya dinaikkan perlahan-
lahan secara kontinyu, maka dapat dilakukan karakterisasi bahan tersebut dengan besaran-besaran yang ada. Permeabilitas merupakan bagian dari lengkungan histerisis seperti ditunjukan Saat dimana intensitas medan magetik nol dan medan magnet menunjukkan harga tertentu yaitu Br merupakan besaran yang disebut ketertambatan (remanensi). Br ini adalah nilai remanensi magnet yang tersisa di dalam bahan setelah pengaruh medan magnet ditiadakan. Di mana kekuatan dari magnetnya ditentukan oleh besarnya nilai Br dari bahan. Dan saat dimana medan magnet berharga nol sedang intensitas medan magnetik menunjukan harga tertentu yaitu Hc disebut dengan gaya koersivitas bahan ferromagnetik. Nilai Hc ini menyatakan besar medan magnet balik yang di butuhkan guna menghilangkan kemagnetan suatu bahan. Untuk produk energi (BHmaks) diperoleh dari hasil perkalian antara B dan H. Di mana makin tinggi remanensi, makin besar gaya koersivitas dan loop histerisis makin gemuk dan makin besar pula produk energinya. Suatu kelas bahan magnet yang sering digunakan untuk membuat magnet permanen adalah bahan ferit, yang merupakan oksida yang disusun oleh hematit (α-Fe2O3) sebagai komponen utama. Pada umumnya ferit dibagi menjadi tiga kelas :
a. Ferit Lunak, ferit ini mempunyai formula MFe2O4, dimana M = Cu, Zn, Ni,
Co, Fe, Mn, Mg dengan struktur kristal seperti mineral spinel. Sifat bahan ini
mempunyai permeabilitas dan hambatan jenis yang tinggi, koersivitas yang
rendah.
b. Ferit Keras, ferit jenis ini adalah turunan dari struktur magneto plumbit yang
dapat ditulis sebagai MFe12O19, dimana M = Ba, Sr, Pb. Bahan ini mempunyai
gaya koersivitas dan remanen yang tinggi dan mempunyai struktur kristal
heksagonal dengan momen-momen magnetik yang sejajar dengan sumbu c.
Magnet jenis ini lebih murah untuk diproduksi dan banyak digunakan sebagai
magnet permanen.
c. Ferit Berstruktur Garnet, magnet ini mempunyai magnetisasi spontan yang
bergantung pada suhu secara khas. Strukturnya sangat rumit, berbentuk kubik
dengan sel satuan disusun tidak kurang dari 160 atom (Idayanti, 2002).

Di Indonesia bahan ferit sudah diproduksi sendiri, salah satu perusahaan
yang memproduksinya adalah PT. NX IDONESIA. Bahan ferit yang diproduksi

diantaranya adalah barium ferit dan stronsium ferit. Bahan barium ferit yang
diproduksi
Parameter kemagnetan dari suatu bahan juga dipengaruhi oleh temperatur.
Koersivitas dan remanensi akan berkurang apabila temperaturnya mendekati
temperatur currie (Tc) dan kehilangan sifat kemagnetannya. Bahan ferit ini,
khususnya barium ferit dan stronsium ferit mempunyai temperatur currie (Tc)
sekitar 450 0C.

D. Tegangan dan Regangan
Jika sebuah benda padat berada dalam keadaan setimbang tetapi
dipengaruhi gaya-gaya yang berusaha menarik, menggeser, atau menekannya,
maka bentuk benda itu akan berubah. Jika benda kembali kebentunya semula bila gaya-gaya dihilangkan, benda dikatakan elastik. Kebanyakan benda adalah elastik terhadap gaya-gaya sampai kesuatu batas tertentu yang dinamakan batas elastik. Jika gaya-gaya terlalu besar dan batas elastik dilampaui, benda tidak kembali ke bentuk semula, tetapi secara permanen berubah bentuk.
menunjukkan sebuah batang tegar yang dipengaruhi gaya tarik F ke kanan dan gaya yang sama tetapi berlawanan arah kekiri. Dalam

pusatkan perhatian pada sebuah elemen kecil batang yang panjangnya L. Karena elemen ini dalam keadaan setimbang, gaya-gaya yang bekerja padanya oleh elemen-elemen di sampingnya ke kanan harus menyamai gaya-gaya yang dikerjakan oleh elemen tetangga kekiri. Jika elemen tidak terlalu
dekat dengan ujung batang , maka gaya-gaya ini akan didistribusi secara uniform
pada luas penampang batang. Rasio gaya F terhadap luas penampang A
dinamakan tegangan tarik:
menunjukkan grafik tegangan versus regangan untuk batang
padat biasa. Grafik tersebut linear sampai titik A. Hasil bahwa regangan berubah
secara linier dengan tegangan dikenal sebagai hukum Hooke. Ini adalah prilaku
yang sama dengan pegas gulung untuk tarikkan yang kecil. Titik B
adalah batas elastik bahan. Jika batang ditarik melampaui titik ini,
batang tidak akan kembali ke panjang semula, tetapi berubah bentuk secara tetap. Jika tegangan yang bahkan lebih besar diberikan, bahkan akhirnya patah, seperti
ditunjukkan oleh titik C. Rasio tegangan terhadap regangan dalam daerah linier
grafik adalah konstanta yang dinamakan modulus Young (Y):

Bagian elastik dari kurva tegangan versus regangan untuk karet berbeda
dengan kurva untuk logam. Mula-mula regangan terjadi dengan mudah dengan
tegangan sedikit saja, karena hanya terjadi pelurusan tekukan molekul. Ini
mengakibatkan modulus elastisitas yang rendah. Setelah moleku-molekul lurus
dan searah, diperlukan tegangan tambahan untuk setiap penambahan regangan
akibatnya modulus elastisitas meningkat (Vlack, 1994)

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dikerjakan selama kurang lebih 6 bulan, mulai bulan
September 2005 sampai dengan Februari 2006. Sesuai dengan tahap
pengerjaannya, penelitian ini dilakukan di tiga unit kerja, yaitu:
1. Laboratorium Kemagnetan Bahan Jurusan Fisika FMIPA UNNES
2. Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (P2ET) LIPI Bandung
3. PT. Pentasari Pranakarya Jl. Tambak Aji I No 1 Semarang

B. Bahan dan Alat Pembuatan Magnet Komposit
Untuk keperluan sistesis magnet komposit, bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah: Lateks pekat 60%, Barium ferit
(BaO6Fe2O3), Seng oksida (ZnO), Asam stearat (C18H36O2) , CBS (N-
Cyclohexyl – 2 – Benzothiazole sulfenamide (C13H16N2S2) ), Sulfur, Dispersol,
Parafin, Asam format (HCOOH), Amonium khlorida (NH4Cl).
Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk pembuatan meliputi:
Tensilmeter, Timbangan /neraca, Mortal, Alat pres, Seperangkat alat vulkanisasi
(meliputi : kompor gas, pres ban, cetakan dan termokontroler), Mortal, Saringan
(ayakan) dengan ukuran 400 mesh dan 150 mesh.

C. Langkah Kerja
1. Pembuatan Magnet Komposit
Untuk pembuatan magnet komposit digunakan lateks pekat yang
diperoleh dari Perkebunan Karet Getas Kecil di Boja Kendal. Dalam pembuatan
komposit ini melalui beberapa tahap, yaitu: pembuatan dispersi dan emulsi,
pencampuran, dan vulkanisasi.
a. Pembuatan dispersi dan emulsi
Pembuatan magnet komposit dilakukan dengan cara mencampurkan
bahan-bahan dalam suatu wadah dalam bentuk cairan. Bahan-bahan yang
berbentuk serbuk seperti bahan pencepat, belerang, bahan pengisi dan lainnya
tidak dapat ditambahkan begitu saja pada lateks. Hal tersebut dapat menyebabkan
bahan-bahan tersebut menggumpal sehingga mungkin menyebabkan
pengendapan (koagulasi). Lagi pula serbuk-serbuk tersebut masih terlampau
kasar untuk dapat dicampur secara baik dengan bagian-bagian karet. Maka dibuat
dispersi-dispersi dahulu, sehingga bagian-bagiannya tersebar di dalam air
keadaannya benar-benar halus.
Untuk membuat dispersi bahan-bahan yang masih kasar dihaluskan
dengan mortal. Kemudian disaring untuk memperoleh tingkat kehalusan yang
merata. Untuk serbuk barium ferit dilakukan penyaringan dengan saringan ukuran
400 mesh dan untuk bahan-bahan pembantu lainya disaring dengan saringan 150
mesh. Dalam pembuatan dispersi juga diperlukan bahan pembantu yang berupa
bahan pendispersi (dispersing agent) dan air. Bahan-bahan tersebut kita campur

dalam wadah dan kemudian diaduk sampai rata. Untuk komposisi dari masing-
masing bahan dapat dilihat dalam Lampiran 1.
b. Pencampuran
Setelah persiapan bahan selesai, kemudian dilakukan pembuatan
kompon karet terlebih dahulu. Dispersi-dispersi dan emulsi-emulsi yang telah
dibuat ditambahkan pada lateks dalam wadah pencampuran dalam jumlah-jumlah
yang telah ditentukan dalam komposisi. Tetapi, terlebih dahulu lateksnya harus
dibuat stabil (mantap) untuk mencegah pengendapan (koagulasi) sebelum
waktunya. Untuk menstabilkan lateksnya dapat ditambah amoniak. Untuk proses
pencampuran dipakai satu urutan, yaitu: pertama bahan-bahan vulkanisasi
(disperse-dispersi seng oksida, bahan pencepat, dan belerang) kemudian
ditambahkan bahan pelunak.
Setelah diperoleh campuran kompon, kemudian kompon tersebut
dimasukkan ke dalam dispersi barium ferit dan diaduk. Jika semua bahan telah
tercampur merata, campuran tersebut dibuat membeku (berkoagulasi) dengan
cara ditambahkan asam format dan ditambahkan amonium khlorida pada
campuran. Amonium khlorida dengan kadar 20% ini selain untuk memepercepat
koagulasi juga bertujuan untuk membuat karet peka terhadap panas. Dimana
garam amonium ini akan bereaksi dengan seng oksida. Sehingga pada proses
vulkanisasi dengan suhu yang tidak begitu panas kompon telah mengeras.

Tabel 3.1. Komposisi campuran bahan pembuat kompon karet.
Komposisi (phr)
Jumlah (gram)
Lateks pekat
100
ZnO 5
Asam stearat
2,5
CBS 2
Sulfur 1,5
Pelembek 5

Untuk menentukan sifat mekanik maupun magnetnya, maka dalam
penelitian ini dipergunakan 4 komposisi magnet komposit yang berbeda
komposisinya. Untuk mengetahui seberapa besar kemampuan dari polimer untuk
mengikat bahan pengisi (heksaferit) dan masih memiliki sifat mekanik yang
masih baik, yaitu masih elastis tidak mudah patah. Maka variasi yang pada
kandungan heksaferitnya, yaitu 60%, 70%, 80% dan 85% berat. Penambahan
bahan pelembek tersebut bertujuan untuk mempertahankan kelenturan dari
magnet komposit
Tabel 3.2. Komposisi campuran untuk magnet komposit.
Komposisi
Komposisi A Komposisi B Komposisi C Komposisi D
Bahan (%)
Kompon karet
15
20
30
40
Barium ferrit
85
80
70
60
c. Vulkanisasi
Setelah proses pencampuran dan dihasilkan kompon kemudian
dilakukan proses vulkanisasi untuk mematangkan kompon tersebut. Dalam proses
ini dilakukan dua kali proses pemanasan, pertama dilakukan pemanasan pada
suhu sekitar 600 C sampai 700 C selama 30 menit. Kemudian komposit
dikeluarkan dari cetakan dan dimasukkan ke dalam air hangat, tindakan ini
bertujuan untuk mengeluarkan serum yang ada dalam magnet komposit. Setelah
itu magnet komposit dicuci dengan air bersih dan dikeringkan, kemudian baru
dilakukan vulkanisasi. Suhu yang digunakan sekitar 1200 C selama 30 menit.

2. Pengujian Mekanik
Dalam pengujian ini kita akan melakukan uji kekuatan tarik dan
kekerasan dari magnet komposit untuk mengetahui sifat mekaniknya. Pada
pengujian kekuatan tarik digunakan alat tensilmeter, dengan tensilmeter ini dapat
diketahui kekuatan tarik (tensile strength), tegangan luluh (yield strength) serta %
perpanjangan putus (% Elongation Break). Untuk pengujian, bentuk sampel
dibuat berbentuk seperti dayung atau yang sering disebut bentuk halter. Pada
jarak tertentu (20 mm) pada potongan uji dibuat garis-garis dengan tinta. Sebelum
kita lakukan pengujian, kita ukur dulu lebar dan tebal potongan uji tadi dengan
mikrometer atau jangka sorong. Selanjutnya potongan uji dijepitkan pada alat
tensilmeter.

Pada waktu dilaksanakan pengujian terhadap potongan uji itu dengan
pembebanan, maka potongan uji akan merentang, dan jarak antar garis yang telah
dibuat akan menjadi lebih besar. Dengan menentukan bertambahnya besar jarak
tadi, dapat ditentukan berapa besarnya regangan yang terjadi pada penarikan
tertentu. Biasanya regangan ini dinyatakan dalam % terhadap jarak semula dua
garis tersebut. Besarnya kekuatan tarik dapat dibaca pada alat tensilmeter. Karena
lembaran karet yang diuji berbeda-beda, maka kekuatan tarik itu harus
dinyatakan dalam kg/cm2 dari potongan uji semula. Dengan demikian untuk tiap-
tiap regangan potongan uji dapat ditentukan kekuatan tariknya. Pembebanan atau
penarikan ini dilakukan sampai potongan uji putus. Sedangkan untuk penentuan
perpanjangan putus dapat dihitung sesuai dengan persamaan sebagai berikut:
L1 – L0
EB
=
x
100
% …
(4)
L0 Dimana: EB = Perpanjangan putus (%)
L0 = Panjang asal potongan uji antara dua garis (cm)
L1 = Panjang potongan uji antar dua tanda garis pada waktu putus (cm)
Sedangkan uji kekerasan digunakan alat hardness tester untuk karet
dengan menggunakan metode shore A (durometer). Pengujian dilakukan dengan
menempelkan jarum durometer yang dibebani dengan tekanan pegas pada
permukaan benda uji. Sebagai reaksi dari benda uji menekan balik pada jarum,
dan jarum tersebut menekan kembali kedalam alat pengukur. Reaksi tersebut
dikonversi ke jarum penunjuk skala. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali pada
titik yang berbeda.


3. Karakteristik Magnetik
Untuk mengkarakteristik magnetnya maka kita akan melakukan
magnetisasi dari magnet komposit yang dibuat untuk menyearahkan domainnya.
Alat yang digunakan adalah Permagraph, dimana data yang diperoleh dari alat ini
berupa kurva histerisis. Sehingga kita dapat mengetahuinya karakteristik
megnetiknya dari kurva histerisis yang dihasilkan dari sample tersebut. Dari
kurva histerisis tersebut dapat diketahui nilai-nilai besaran tertentu yaitu nilai
induksi Remanen (Br), nilai koorsifitasnya (Hc), nilai energi produk maksimum
(BH max) serta koersivitas intrinsik bahan barium ferit (Hci) yang merupakan besarnya medan luar balik yang mengakibatkan magnetisasinya menjadi nol.
Dengan melihat besaran-besaran tersebut akan terlihat karakteristik dari magnet
kompon yang dihasilkan. Proses pembuatan komposit magnet digambarkan pada
suatu diagram seperti ditunjukkan oleh Gambar 3.1.

PROSES PEMBUATAN MAGNET KOMPOSIT
Getah karet
Pembuatan disperse dan
Lateks
emulsi bahan tambahan
Pencampuran lateks + Bahan Tambahan
Vulkanisasi
Magnet komposit
Pengujian Magnetik
Pengujian Mekanik
Magnet komposit
yang telah terkarakterisasi


Gambar 3.1. Bagan Proses Pembuatan Magnet Komposit



HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian yang telah dilakukan, dihasilkan berupa lembaran magnet
komposit dengan tebal kira-kira 2 mm. Untuk pengujian sifat magnetnya kita buat
dua sampel dari lembaran tersebut, dari masing komposisi komposit. Untuk setiap
sampelnya dibuat dengan ukuran kurang lebih 2 x 2 cm. Kemudian sampel
ditimbang dan dihitung kerapataannya (ρ). Sedangkan untuk pengujian tariknya
sampel dipotong dengan ukuran 12 x 3,5 yang nantinya akan dipotong lagi dalam
bentuk halter (dayung) dengan ukuran yang telah ditentukan.

Permukaan atas sampel magnet komposit(BaO 6Fe2O3) 85 %.
Dari segi fisik, magnet komposit yang divulkanisasi pada suhu sekitar
120 oC dengan menggunakan peralatan vulkanisasi yang ada (dapat dilihat dalam
Lampiran 1), diperoleh magnet komposit dengan permukaan yang halus pada
permukanan bawah, sedangkan permukaan atasnya kasar seperti yang terlihat
pada Gambar 4.1. Hal ini disebabkan panas yang tidak merata pada cetakan,
sehingga pada bagian atas permukaan ada karet yang lengket pada permukaan.
Walaupun pada cetakan (dari alumunium) sudah dilumuri dengan bahan anti lekat
(emulsi minyak silikon). Selain itu pada permukaannya juga muncul bercak-
bercak putih yang disebabkan oleh bahan asam stearat yang belum beraksi
kedalam karet. Kemudian dilakukan dengan pemanasan dengan suhu sekitar
140 oC, ternyata bercak-bercak putih tersebut sudah hilang. Selain itu, jika
dipotong melintang dan dilihat bagian tengahnya kadang ditemukan ronggga
udara. Hal ini terjadi pada saat pemadatan (koagulasi) secara cepat dengan
menambahkan asam format pada campuran komposit yang telah tercampur
homogen pada waktu pembuatan. Kurangnya penekanan pada waktu proses
vulkanisasi, juga dapat mengakibatkan munculnya rongga udara tersebut.


B. Karakterisasi Hasil Penelitian
a. Sifat Kemagnetan Magnet Komposit
Sifat kemagnetan dari magnet komposit dapat diketahui dengan alat
permagraf yang ada di Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (P2ET)
LIPI Bandung. Dengan alat ini diperoleh data berupa kurva histerisis yang dapat
dilihat dalam Lampiran 2 - 9. Dari kurva histerisis tersebut dapat diperoleh data
seperti Tabel 4.1.
Dari Tabel 4.1. dapat dilihat, terjadi perbedaan nilai pengukuran untuk
parameter kemagnetan dalam satu komposisi, hal ini dikarenakan tidak meratanya
sebaran serbuk barium ferit di dalam magnet komposit. Untuk kandungan serbuk
barium ferit yang semakin meninggkat di dalam magnet komposit menyebabkan

sifat magnet yang semakin meningkat. Hal ini ditunjukan semakin meingkatnya
harga dari parameter-parameter kemagnetan dari magnet kompositnya, yaitu nilai remanensi (Br) yang menunjukan kekuatan magnet dari magnet komposit yang dihasilkan. Dengan meningkatnya kandungan serbuk magnet nilai remanensinya juga semakin meningkat. Hal ini dikarenakan tinggi rendahnya nilai induksi remanen bergantung pada kontribusi magnetik dari setiap elemen pembentuknya (domain). Makin banyak elemen pembentuknya, makin besar pula sisa magnet yang ditinggalkan. Seiring dengan meningkatnya nilai remanensi, nilai koersivitasnya (Hc) juga ikut naik. Karena nilai Hc menyatakan besarnya medan magnet balik yang dibutuhkan untuk menghilangkan kemagnetan dari bahan komposit tersebut.
Tabel 4.1. Sifat magnetik magnet komposit dari bahan magnet BaO.6Fe2O3
dengan bahan pengikat karet alam pada berbagai komposisi bahan
Jenis Sampel
Br (kG) Hci (kOe)
Hc (kOe)
BHmaks (MGOe)
Komposit
A1
0.54 1.597 0.469
0.06
85% BaM
A2
0.45 1.638 0.393
0.04
Komposit
B1
0.40 1.630 0.365
0.03
B
80% BaM
B2
0.39 1.653 0.349
0.03
B
Komposit
C1
0.35 1.673 0.288
0.03
70% BaM
C2
0.29 1.708 0.245
0.02
D1
0.22 1.660 0.168
<
10 -3
Komposit
60% BaM
D2
0.21 1.755 0.177
<
10 -3

Sedangkan untuk nilai Hci menujukan harga yang hampir sama
walaupun kadar serbuk magnet meningkat komposisinya, karena nilai Hci tersebut

menggambarkan sifat intrinsik yang dimiliki oleh serbuk barium ferit. Pengaruh
kenaikkan kadar barium ferit dalam komposisi magnet komposit terhadap sifat
kemagnetannya. dapat dilihat dalam bentuk grafik (Gambar 4.2) sebagai berikut:
n
0.6t
a
e

0.5
n
g
a

0.4
Br
m
e

0.3
Hc
r k
0.2
BH max
t
e
e
m

0.1
ra
a

0
P
55 60 65 70 75 80 85 90
Kadar Ba dalam komposisi
Hubungan antara kadar Ba dalam komposisi
magnet komposit dengan parameter kemagnetan.


Nilai produk energi maksimum (BHmax) dari magnet tersebut dapat
diperoleh dari nilai maksimal hasil perkalian antara B dan H pada kuadran kedua
kurva histeresis. Makin tinggi remanensi, maka gaya koersif makin besar dan
kurva histeresis semakin gemuk, sehingga semakin besar pula produk energinya.
Begitu pula sebaliknya, semakin rendah remanensi, maka gaya koersivitas dan
kurva histeresis semakin kurus, sehingga semakin kecil pula produk energinya.
Nilai BHmaks yang dihasilkan dari komposisi magnet komposit yang dibuat
memang tidak berbeda jauh. Dengan nilai BHmaks terbesar dimiliki oleh magnet
dengan komposisi serbuk barium ferit 85% sebesar sekitar 0,05 MGOe, dan
terendah pada komposisi serbuk barium ferit 60%. Pada komposisi ini nilai
BHmaks tidak dapat terukur karena nilainya sangat kecil. Namun magnet komposit

dengan komposisi ini masih bisa menjadi magnet, hal ini dapat dilihat juga dalam
tabel 4.1 masih memiliki nilai remanensi (Br) sekitar 0,21 kG.
b. Sifat Mekanik Magnet Komposit
Untuk pengujian mekanik, sampel divulkanisasi pada suhu sekitar
120 oC selama 30 menit. Hasil pengujian sifat mekanik dari magnet komposit
antara barium ferit dengan karet alam dalam beberapa komposisi ditunjukkan
pada Tabel 4.2. di bawah ini:
Tabel 4.2. Sifat mekanik komposit dari bahan magnet BaO.6Fe2O3
dengan bahan pengikat karet alam pada berbagai komposisi bahan.

Jenis Sampel
TS (Kg/cm2)
EB (%)
Kekerasan (SHA)
Komposit 85% BaM
18,58
100
90
Komposit 80% BaM
18,56
300
68
Komposit 70% BaM
27,62
650
54
Komposit 60% BaM
16,43
550
48

Keterangan: TS
=
tensile strength (Kekuatan tarik)


EB = Elongation Break (perpanjangan putus)





Sifat mekanik komposit sangat dipengaruhi oleh sifat fisik dan mekanik
bahan penyusunnya. Karena dalam penelitian ini menggunakan karet alam yang
merupakan bahan elastomer yaitu bahan polimer yang mempunyai deformasi
elastik yang besar. Dimana jika sebuah elastomer (karet) dikenai deformasi (gaya
tarik), maka akan meningkatkan modulus elastiknya saja. Hal ini dapat dilihat dari
hasil pengukuran yang dibuat grafik (Gambar 4.2) .
Jadi sifat mekanik yang diperoleh untuk mangnet komposit berbasis
karet alam dengan serbuk barium ferit hanya mempunyai kekuatan tarik (tensile
strength) dan perpanjangan putus (Elongation Break). Untuk kekuatan tarik dari

magnet komposit meningkat dengan bertambahnya komposisi dari barium ferit
sampai kadar barium ferit 70% namun kemudian turun kembali pada kadar barium
ferit 80%, sedangkan untuk perpanjangan putusnya juga mengikuti pola dari
kekuatan tarik. Hal tersebut menunjukan bahwa dengan bertambahnya komposisi
dari barium ferit menyebabkan sifat komposit magnet yang dihasilkan bersifat
getas dan keras. Untuk sifat kekerasannya juga meningkat seiring dengan
bertambahnya serbuk barium ferit dalam komposit.
30
2) 25
/
cm
g
20
BrM 80%
k
(

BrM 70%
15
an
BrM 60%
g 10
n
a
g
5
e
T
0
0
100 200 300 400 500 600 700
Regangan (%)

Gambar 4.3. Hubungan antara tegangan dengan regangan
magnet komposit untuk beberapa komposisi

Selain dipengaruhi bahan penyusunnya, sifat mekanik juga dipengaruhi
oleh faktor vulkanisasi dari magnet komposit. Bila dilakukan vulkanisasi yang
tepat, yaitu sesuai dengan parameter-parameter vulkanisasi dari magnet komposit
tersebut maka akan diperoleh sifat mekanik yang optimal. Parameter-parameter
vulkanisasi dapat diketahui dengan mengunakan alat rheometer. Salah satu cara
untuk memperbaiki sifat mekanik dari magnet komposit ini, dapat dilakukan
dengan cara menambahkan karet sintetik kedalam campuran (Saleh, 1998)


A. Kesimpulan
Penelitian dan karakterisasi yang telah dilakukan, maka dapat diambil
beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Bahan karet alam sangat efektif digunakan sebagai komponen pengikat
dalam pembuatan magnet komposit.
2. Untuk mengolah karet alam (lateks) menjadi magnet komposit, metode yang
paling sesuai adalah metode kompon, dengan proses pencampuran dalam
kondisi cair.
3. Karakteristik magnet komposit yang dihasilkan tergantung pada bahan-bahan
penyusunnya. Sifat mekaniknya sangat dipengaruhi oleh kadar karet alam,
sedangkan sifat kemagnetannya tergantung pada jumlah serbuk barium ferit
dalam magnet komposit. Dengan serbuk Ba Ferit berukuran lolos saringan
400 mesh sifat mekanik yang paling baik dimiliki oleh magnet komposit
dengan komposisi barium ferit 70 %, yaitu: kekutan tarik dan perpanjangan
putus paling tinggi sebesar 27,62 Kg/cm2 dan 650 %. Sedangkan untuk sifat
kemagnetannya paling baik dimiliki oleh magnet komposit dengan komposisi
barium ferit 85 %, besar energi produknya yaitu sekitar 0,05 MGOe. Maka
dalam penelitian ini magnet komposit yang dianggap optimum adalah dengan
komposisi 80 % Barium ferit dan 20 % kompon karet.